Minggu, 01 November 2009

G33 dan Proposal Indikator Produk Khusus

G33 MASUKAN PROPOSAL INDIKATOR PRODUK-PRODUK KHUSUS

Kelompok 33 (G33) dari negara-negara berkembang yang beroperasi dalam proses perundingan sektor pertanian Organisasi Perdagangan Dunia (WTO – World Trade Organisation) telah secara resmi memasukkan proposal mengenai indikator dari produk-produk yang dapat diberikan kategori produk khusus kepada Komite WTO atas Pertanian (Sesi Khusus).

Makalah G33 memang sudah lama diantisipasi, dan diharapkan dapat menimbulkan diskusi baru terhadap detil perlakuan produk-produk khusus (SPs – Special Products) negara-negara berkembang.

G33 dan beberapa negara berkembang lainnya telah menekankan bahwa produk-produk khusus mereka harus diberikan perlakuan khusus, seperti pembebasan dari penurunan tarif di bawah perundingan WTO yang ada.

Meskipun konsep produk-produk khusus dan perlakuan yang lebih fleksibel terhadap produk-produk tersebut memang sudah diterima oleh banyak pihak di WTO, masih belum dicapai kesepakatan mengenai apa arti sebenarnya dari perlakuan fleksibel tersebut. G33 sepakat untuk menghadirkan satu makalah mengenai indikator yang dapat digunakan untuk membantu menentukan produk-produk mana saja yang dapat masuk dalam kategori SPs.

Berbicara pada pertemuan Komite Perundingan Perdagangan WTO pada tanggal 13 Oktober lalu, Duta besar Gusmardi Bustami dari Indonesia, yang mengkordinasi G33, mengatakan bahwa indikator tersebut dimasukkan sebagai bentuk kontribusi untuk mendukung mulusnya proses perundingan sektor pertanian. Makalah ini bisa digunakan sebagai pedoman bagi negara-negara berkembang bagaimana cara mereka untuk memasukkan produk mereka ke dalam kategori SPs, dengan cara yang transparan.

Makalah G33 merujuk pada mandat atas Produk-Produk Khusus dalam paragraf 41 dari Kerangka Juli, bahwa negara-negara berkembang memiliki fleksibilitas untuk menentukan sejumlah produk-produk mereka masuk ke dalam kategori Produk-Produk Khusus.

Sebagai satu cerminan dari keragaman sistem pertanian dan kebijakan di antara semua negara-negara berkembang, makalah ini mendefinisikan keamanan pangan, keamanan kelangsungan hidup, dan pembangunan pedesaan ke dalam konsep yang kompleks dan multidimensi, kesemuanya saling berhubungan dan dapat dipelajari pada berbagai tingkat.

Makalah ini juga menambahkan bahwa indikator-indikator tersebut dapat memperjelas masalah kemanan pangan, keamanan kelangsungan hidup, dan pembangunan pedesaan dalam berbagai keadaan di masing-masing negara berkembang.

Seleksi produk harus diinformasikan dalam kerangka kebijakan dan obyektif masing-masing negara berkembang. Indikator-indikator muncul dalam empat kategori, termasuk keamanan pangan, keamanan kelangsungan hidup, pembangunan pedesaan, dan indikator yang berhubungan dengan semua sektor.

Di bawah keamanan pangan, makalah ini menyatakan bahwa ‘seperti telah didefinisikan oleh Pertemuan Puncak Pangan Sedunia, keamanan pangan ada ketika semua orang kapan saja memiliki akses fisik dan ekonomi terhadap pangan yang cukup, aman, dan sehat untuk memenuhi kebutuhan diet mereka’. Masalah akses terhadap pangan juga memiliki hubungan yang kuat dengan keamanan ketahanan hidup.

Menurut makalah ini, keamanan pangan memiliki dua komponen utama. Pertama adalah bahwa sejumlah porsi konsumsi domestik dapat dicapai melalui produksi domestik. Hal ini juga dapat diaplikasikan terhadap beberapa kelas pangan secara umum, seperti karbohidrat, lemak dan protein.

Makalah G33 memberikan daftar beberapa cara bagaimana negara-negara berkembang dapat menentukan produk-produk yang dapat masuk ke dalam daftar SPs. Produk-produk tersebut dapat ditentukan baik sebagai bagian dari kerangjang pangan dasar melalui panduan administratif, perundang-undangan, dll; atau sebagai bagian dari kontribusi produk-produk menjadi diet yang seimbang (total produksi domestik dari setiap kelas pangan menghadapi total syarat yang dibutuhkan oleh kelas tersebut) atau jumlah kalori yang dikonsumsi (misalnya bagian kalori / per kapita / per hari dari produk X dari total kalori / per kapita /per hari dari seluruh penduduk); atau sebagai bagian dari pendapatan yang dihabiskan untuk produk tertentu (misalnya bagian dari pendapatan yang dihabiskan atas X / total pendapatan).
Komponen kedua dari keamanan pangan dapat mengatasi ketiga situasi tersebut. Komponen tersebut termasuk situasi dimana kebutuhan konsumsi dari satu negara untuk satu produk tertentu terlalu besar untuk dipenuhi oleh pasar dunia; atau dimana pola konsumsi dari satu negara untuk jenis produk tertentu sangat terbatas atau apabila penghasil produk tersebut berjumlah sangat terbatas; atau apabila volume perdagangan dunia secara relatif lebih kecil dibanding permintaan dunia.

Keamanan kelangsungan hidup, kategori lainnya yang dibahas dalam makalah G33, didefinisikan sebagai elemen yang berhubungan dengan adanya akses yang cukup dan berkelanjutan terhadap sumber daya alam ataupun aset (misalnya pendidikan, tanah, kapital, jaringan sosial, dll) oleh rumah tangga ataupun individu sebagai cara untuk hidup.

Kategori ini juga memperhitungkan kenyataan bahwa kesempatan mencari lapangan pekerjaan alternatif tak tersedia bagi orang-orang yang tak berpendidikan, berumur, ataupun tak memiliki keahlian apapun. Selain itu, sektor pertanian merupakan opsi satu-satunya bagi orang-orang tersebut, termasuk di negara-negara berkembang dengan tingkat buta huruf yang tinggi serta negara-negara berkembang yang tak memiliki jaringan sosial yang mencukupi.

Indikator lainnya yang digunakan adalah jumlah tenaga kerja sektor pertanian yang dipekerjakan dalam satu sektor sebagai bagian dari keseluruhan jumlah tenaga kerja sektor pertanian; atau pendapatan yang muncul dari satu produk dalam pendapatan total.

Akhirnya, makalah ini juga menyebutkan berbagai produk yang tumbuh di berbagai daerah yang kurang menguntungkan, seperti kurangnya infrastruktur, akses terhadap teknologi yang mencukupi, dll. (AC)

Sumber:
Tetteh Hormeku, SUNS No. 5895, 14 Oktober 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar