Minggu, 01 November 2009

Joseph E.Stiglitz

Resensi Buku
Joseph E Stiglitz, 2002, GLOBALIZATION AND ITS DISCONTENTS, W.W. Norton&Co, New York
Oleh: Mubyarto

Sejak menerima hadiah Nobel dalam ilmu ekonomi tahun 2001 nama Jo Stiglitz berkibar di seluruh dunia, meskipun sebelumnya bukan pakar yang tak dikenal, karena pernah 7 tahun menjadi anggota kabinet Clinton dan wakil presiden (senior) dan pakar ekonomi utama Bank Dunia. Sebelum bergabung dengan pemerintah dan Bank Dunia, Stiglitz adalah Guru Besar ilmu ekonomi di Stanford dan kini di Columbia.

Disamping buku "Globalisasi dan Mereka yang tidak puas" ini, dua buku lain perlu disebut sekaligus yaitu kumpulan tulisan yang diedit Ha-Joon Chang berjudul lebih galak yaitu Pemberontak dari Dalam (The Rebel Within) dan Batas2 Pembangunan (Frontiers of Economics) diedit bersama Gerald M.Meier, keduanya terbit tahun 2001. Ketiga buku dalam kesatuan khususnya dilihat dari kacamata ekonom (arus utama adalah buku2 "aneh" yang "menentang arus" seperti buku2 Gunnar Myrdal dan John Kennneth Golbraith tahun enampuluhan dan tujuhpuluhan.

Dengan bahasa yang relatif sederhana Stiglitz sejak kata pengantar bukunya sudah menyerang habis2an (landasan pikir kebijakan2 pemerintah Amerika, Bank Dunia, dan terutama IMF, yang keputusan2nya sering didasarkan pada ideologi dan politik, bukan pada fakta2 dan bukti2 ilmiah:

....,, when academics involved in making policy recommendations (they) become politized an start to bend the evidence to fit the ideas of those in charge (hal. x).

Menurut Stiglitz sebenarnya globalisasi dapat, atau berpotensi, memperkaya setiap orang di dunia khususnya penduduk miskin. Tetapi untuk mencapai tujuan itu caranya harus diubah secara radikal. Jika tidak diubah secara sungguh2 radikal maka dampak negatifnya sangat mengerikan terutama bagi si miskin.

Tentang ilmu ekonomi dan manfaat atau sumbangannya bagi pembangunan negara2 berkembang Stiglitz juga mempunyai kritik keras:

Economics may seem like a dry, esoteric subject but, in fact, good economic policies have the power to change the lives of these poor people. I believe governments need to-and can adopt policies that help countries grow but that also ensure that growth is shared more equitably (hal. xi).

Kritik2nya pada IMF memang sangat telak dan pemerintah Amerika, khususnya Departemen Keuangannya, dianggap tidak konsekuen karena bersifat tertutup (tidak transparan) padahal menggembar-gemborkan perlunya transparansi. Banyak putusan2 IMF yang dianggapnya tidak transparan:

Decision were made on the basis of what seemed a curious blend of ideology and bad economics, dogma that sometimes seemed to be thinly veiling

special interest... ideology guided policy prescription and countries were expected to follows the IMF guidelines without debate.

What astounded me, however, was that those policies weren't questioned by many of the people in power in the IMF, by those who were making the critical decisions. They were questioned by people in the developing countries, but many were so afraid they might lose IMF funding.

Demikian jika di Indonesia ada (atau banyak) suara2 kritis terhadap bantuan IMF, sebenarnya pemerintah harus mendengarnya, karena kritik2 yang mengkhawatirkan bahaya dari bantuan2 ini bisa benar, dan ternyata sama dan didukung pakar ekonomi raksasa dari Amerika penerima hadiah Nobel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar