Minggu, 01 November 2009

Ketidakadilan di Hongkong

REFLEKSI KETIDAKADILAN DI HONG KONG

Konperensi Tingkat Menteri (KTM) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang diadakan di Hong Kong, 13-18 Desember 2005 lalu, berakhir dengan munculnya Deklarasi Menteri. Direktur Jendral WTO, Pascal Lamy, dan sejumlah negara-negara anggota WTO merayakan keadaan ini sebagai satu langkah penting menuju berakhirnya perundingan perdagangan Putaran Doha. Hasil akhir dari KTM itu sendiri tidak banyak memberikan kejutan terhadap apa yang telah diharapkan sebelumnya.

Negara-negara berkembang, meskipung memiliki kepentingan yang berbeda-beda, menunjukkan solidaritas dan kerjasama yang cukup baik ketika mereka berdiri bersama selama diadakannya konperensi pers, dan memberitahukan kepada dunia bahwa mereka ingin bekerjasama untuk mengatasi adanya ketidakadilan di sistem perdagangan dunia. Bentuk kerjasama negara-negara berkembang cukup berhasil dalam menolak berbagai permintaan yang diajukan oleh negara-negara maju, dan secara jelas memberikan kontribusi terhadap perubahan keseimbangan kekuatan yang biasanya mendominasi perundingan WTO.

Perundingan sektor pertanian: seni desepsi
Negara-negara anggota WTO tidak begitu mendapatkan banyak hal dalam perundingan sektor pertanian di Hong Kong. Pemerintah negara-negara anggota tidak mampu menentukan tenggat waktu bagi terciptanya modalitas akhir perundingan ini. Negara-negara anggota malahan menentukan tenggat waktu baru, 30 April 2006, agar kesepakatan dapat dicapai dalam perundingan mengenai masalah modalitas. Satu-satunya jadwal yang disepakati di hong Kong adalah penghapusan subsidi ekspor: 2013, atau setahun sebelum reformasi internal Kebijakan Pertanian Bersama (CAP – Common Agricultural Policy) UE memang sudah harus berakhir. Jadwal penghapusan subsidi ekspor sendiri tergantung terhadap berbagai macam proses perundingan yang ketat yang harus diselesaikan sebelum tanggal 30 April tahun ini.

Sektor jasa: perusahaan-perusahaan multinasional memenangkan putaran ini
Negara-negara maju, khususnya Uni Eropa (UE) dan Amerika Serikat (AS), cukup sukses dalam mencapai tujuan mereka agar adanya akses pasar yang lebih luas di sektor jasa. Sektor jasa yang menjadi kepentingan negara-negara berkembang, termasuk energi, ritel, air, telekomunikasi, jasa keuangan, dan transportasi, yang kesemuanya cukup pentingn bagi produksi dan perdagangan sektor pertanian dan industri. Negara-negara maju masih tidak puas dengan kemajuan dalam perundingan sektor jasa, dan, oleh sebab itu, sedang mencoba, sejak awal 2005, untuk memasukkan berbagai target numerik melalui prose permintaan dan penawaran bilateral. Segelintir negara-negara berkembang, seperti India, Chile, dan Meksiko, mendukung ide-ide ini.

Di Hong Kong, negara-negara berkembang yang menolak agenda ini cukup berhasil menghapus referensi terhadap target numerik. Akan tetapi, Lampiran C dari Deklarasi Menteri secara jelas menentukan tingkatan dalam perundingan plurilateral. Hal ini akan membantu sekelompok negara-negara yang disebut ‘Teman Siapa’ (Friends Who) semakin tertarik terhadap sektor tertentu. Hal ini tentunya akan mengakibatkan timbulnya ketidakseimbangan, satu hal yang memang mulai terlihat dalam proses penawaran dan permintaan.

Selain itu, Lampiran C juga dijadikan petunjuk bagi kualitas penawaran yang akan dilakukan, sedangkan paragraf 5 meminta agar negara-negara anggota WTO mengembangkan disiplin terhadap regulasi domestik mereka masing-masing. Hal ini tentunya menciptakan kerangka yang dapat menghambat pemerintah untuk menentukan regulasi, memperlemah kemampuan pemerintah untuk menjalankan peraturan-peraturan yang menghormati dan mempromosikan tujuan-tujuan kebijakan domestik di atas kepentingan penanam modal asing dan penyedia jasa.

NAMA: mengurangi pembangunan menjadi formula
Deklarasi Menteri sepakat terhadap satu mandat adanya liberalisasi yang lebih luas bagi barang-barang manufaktur dan sumber daya alam, atau apa yang dikenal sebagai perundingan akses pasar produk-produk non-pertanian (NAMA – Non-Agricultural Market Access). Kerangka NAMA cukup bermasalah dan dipenuhi dengan berbagai ketidaksepakatan. Negara-negara berkembang, khususnya Kelompok-Kelompok Afrika dan Karibia, menolak naskah yang ada selama bertahun-tahun, akan tetapi detil yang sama tetap saja masuk dalam naskah WTO, dan semakin agresif ditekankan dalam perundingan-perundingan NAMA. Deklarasi Menteri juga masih mempromosikan kerangka NAMA yang bermasalah tersebut. Berbagai elemen yang diadopsi dalam Deklarasi Menteri memperjelas bahwa negara-negara WTO akan semakin dibatasi haknya dalam menentukan struktur dan tingkatan tarif bagi produk-produk manufaktur dan sumber daya alam mereka.

Deklarasi Menteri mengadopsi formula Swiss untuk memangkas tarif produk-produk manufaktur dan sumber daya alam. Metode ini merupakan metode yang paling agresif menurunkan tarif, dan telah ditolak sebagai satu pendekatan penurunan tarif di sektor pertanian. Formula Swiss dibuat sedemikian rupa untuk memangkas secara tajam tingkatan tarif yang tinggi, sehingga semua tarif ke dalam satu tingkatan tarif yang sama dan rendah. Pendekatan ini menghalangi pemerintah untuk menggunakan tarif sebagai alat untuk melindungi industri ataupun sumber daya alam tertentu.

Deklarasi Menteri juga mengadopsi pendekatan yang drastis dalam mengikat dan menurunkan tarif-tarif yang belum terikat. Apabila pengikatan tarif cukup berguna dalam meningkatkan transparansi dan realibilitas terhadap eksportir, pendekatan ini juga memberikan prioritas kepentingan ekspor di atas penyediaan lapangan pekerjaan dan lingkungan. Negara-negara yang sudah memiliki tingkatan tarif yang rendah diakibatkan tekanan dari pendonor asing akan semakin kehilangan kemampuan untuk menaikkan tarif mereka guna melindungi lapangan pekerjaan domestik. Pengikatan tarif dalam bentuk seperti apa yang ditentukan dalam Deklarasi Menteri merupakan konsesi yang sangat besar yang diberikan negara-negara berkembang ke negara-negara maju.

Paket pembangunan: tamparan di muka
Paket pembangunan yang disepakati di Hong Kong berisi sebagian tawaran yang diajukan oleh negara-negara maju, dan negara-negara berkembang yang cukup mampu, untuk memberikan bebas tarif dan bebas kuota terhadap negara-negara miskin. Hal lainnya yang dicakup dalam paket ini adalah pernyataan yang tak jelas dari Amerika Serikat (AS) mengenai subsidi kapas sebelum disepakatinya komitmen sektor pertanian yang lebih luas. Akhirnya, Bantuan untuk Perdagangan (Aid for Trade) dijanjikan, meskipun kebanyakan merupakan paket baru terhadap komitmen-komitmen yang sebenarnya telah dijanjikan untuk mendukung pembangunan kapasitas yang berhubungan dengan masalah perdagangan.

Paket pembangunan cukup memalukan untuk beberapa alasan. Pertama, negara-negara berkembang menginginkan adanya reformasi yang berarti terhadap peraturan-peraturan perdagangan guna mengatasi ketidakadilan yang ada dalam sistem perdagangan dunia, bukannya sekedar bantuan dana. Yang menyedihkan adalah bahwa paket ini digunakan sebagai bentuk gangguan utama di Hong Kong.

Kedua, banyak lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang telah menunjukkan bahwa tidak banyak dana yang tersedia, dan kebanyakan dana yang adapun akan diberikan dalam bentuk hutang yang dapat membuat negara-negara berkembang dan miskin semakin terperangkap dalam hutang. Ketiga, dana bantuan sebenarnya tidak boleh menjadi substitusi terhadap peraturan perdagangan multilateral. (AC)

Sumber:
Geneva Update, 17 Januari 2006

Tidak ada komentar:

Posting Komentar