Minggu, 01 November 2009

Meruntuhkan Mitos Globalisasi

MERUNTUHKAN MITOS GLOBALISASI

Apa itu globalisasi?
Secara ekonomi, globalisasi merupakan proses pengintegrasian ekonomi nasional bangsa-bagsa ke dalam sebuah sistem ekonomi global (Mansour Fakih, 2001). Globalisasi setidaknya melibatkan penciptaan satu ekonomi dunia yang tidak hanya merupakan totalitas dari perekonomian nasionalnya, melainkan sebuah realitas independen yang kokoh. Aliran modal, komoditas, teknologi dan tenaga kerja berskala besar dan berjangka panjang melintasi perbatasan negara, merupakan definisi dari proses globalisasi (James Petras, 1999).

Bagaimana globalisasi terjadi?
Ada tiga hal mendasar yang selalu dirujuk oleh para pakar untuk menjelaskan perkembangan pesat globalisasi: (1) kemajuan teknologi atau sering disebut sebagai revolusi informasi, (2) permintaan pasar dunia, (3) logika kapitalisme. Namun kekuatan penggerak dari globalisasi menurut James Petras adalah negara-negara imperial pusat, perusahaan multinasional dan bank-bank dengan dukungan lembaga-lembaga keuangan internasional. Negara menjadi motor penggerak globalisasi karena ia memiliki kekuasaan dalam mengatur formulasi strategis globalisasi, alokasi sumber daya ekonomi pada “aktor-aktor global”.

Kapan globalisasi terjadi?
Pada dasarnya globalisasi terjadi ketika ditetapkannya formasi sosial global baru dengan ditandai oleh diberlakukannya secara global suatu mekanisme perdagangan melalui penciptaan kebijakan free-trade, yakni berhasil ditanda tanganinya kesepakatan internasional tentang perdagangan pada bulan April tahun 1994 di Maroko. Kesepakatan ini merupakan suatu perjanjian internasional, perdagangan yang dikenal dengan General Agreement On Tariff and Trade (GATT). GATT merupakan suatu kumpulan aturan internasional yang mengatur perilaku perdagangan antar pemerintah. GATT juga merupakan forum negoasiasi perdagangan antar pemerintah, serta juga merupakan pengadilan untuk menyelesaikan jika terjadi perselisihan dagang antar bangsa. Kesepakatan in dibangun di atas asumsi bahwa sistem dagang yang terbuka lebih efisien dibandingkan sistem proteksionis, dan dibangun diatas keyakinan bahwa persaingan bebas akan menguntungkan bagi negara-negara yang menerapkan prinsip-prinsip efektivitas dan efisiensi. Pada tahun 1995, suatu organisasi pengawasan perdagangan dan kontrol perdagangan kontrol dunia yang dikenal sebagai World Trade Organization (WTO) didirikan dan organisasi global ini sejak didirikan mengambil alih GATT. WTO dirancang bukanlah sebagai organisasi monitoring bagi negara-negara yang tidak mematuhi GATT. Akan tetapi, WTO akan bertindak berdasar komplain yang diajukan oleh anggotanya. Dengan demikian, WTO merupakan salah satu aktor dan forum perundingan antar perdagangan dari mekanisme globalisasi yang terpenting.

Mengapa globalisasi?
Kapitalisme di Asia Timur yang selama ini dijadikan teladan keberhasilan pembangunan dan keberhasilan kapitalisme Dunia ketiga tengah mengalami kebangkrutan. Namun negara-negara kapitalis atau imperial pusat telah mampu mengantisipasi hal tersebut, dimana untuk mempercepat laju kapitalisme diperlukan sebuah proses yang disebut dengan globalisasi.

Krisis terhadap pembangunan yang terjadi saat ini pada dasarnya merupakan bagian dari krisis sejarah dominasi dan eksploitasi manusia atas manusia yang lain, yang diperkirakan telah berusia lebih dari lima ratus tahun. Proses ini pada dasarnya dapat dibagi ke dalam tiga periode; fase pertama adalah periode kolonialisme yakni perkembangan kapitalisme di Eropa yang mengharuskan ekspansi secara fisik untuk memastikan perolehan bahan baku mentah. Berakhirnya kolonialisme telah memasukkan dunia pada era neo-kolonialisme, ketika modus dominasi dan penjajahan tidak lagi fisik dan secara langsung melainkan melalui penjajahan teori dan ideologi. Fase kedua ini dikenal sebagai era pembangunan atau era developmentalisme dan ditandai dengan masa kemerdekaan negara Dunia Ketiga secara fisik, tetapi pada era developmentalisme ini, dominasi negara-negara bekas penjajah terhadap bekas koloni mereka tetap dipertahankan melalui kontrol teori dan proses perubahan sosial mereka. Dengan kata lain, pada fase kedua ini, kolonialisasi tidak terjadi secara fisik, melainkan melalui hegemoni yakni dominasi cara pandang dan ideologi serta ‘diskursus’ yang dominan melalui produksi pengetahuan. Krisis terhadap pembangunan belum berakhir, tetapi suatu mode of domination telah disiapkan, dan dunia memasuki era baru yakni era globalisasi. Fase ketiga, yang terjadi menjelang abad duapuluh satu, ditandai dengan liberalisasi segala bidang yang dipaksakan melalui Structural Adjustment Program (SAP) oleh lembaga finansial global, dan disepakati oleh rezim GATT dan Perdagangan Bebas, suatu organisasi global yang dikenal dengan WTO. Sejak saat itulah dunia memasuki era yang dikenal dengan globalisasi.

Dimana globalisasi terjadi?
Sejak kapitalisme membutuhkan ekspansi modal untuk mempercepat lajunya, maka ia membutuhkan sesuatu yang dapat menembus wilayah-wilayah baik secara geografis maupun ke dalam aspek-aspek sosial dan personal yang semakin lama semakin banyak dari kehidupan manusia. Misalnya untuk menekan biaya produksi maka dibutuhkan bahan-bahan mentah yang murah, tenaga kerja yang murah, intervensi negara yang sekecil-kecilnya, pendek kata globalisasi mirip sekali dengan misi suci 3G (Gold, Gospel, Glory) dari para kolonialis masa lalu.

Pada setiap sendi kehidupan, globalisasi, telah banyak membuat orang untuk mempercayainya sebagai sebuah keniscayaan. Ini demikian karena adanya superioritas ekonomi yang mampu memaksakan agenda-agendanya sehingga hal tersebut seolah-olah terjadi dengan sendirinya.


Siapa aktor-aktor dari globalisasi?
Globalisasi sebagai suatu proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistem ekonomi dunia pada dasarnya diperankan oleh tiga aktor utama proses tersebut. Yang pertama adalah TNC (Trans-National Corporation), yakni perusahaan multinasional yang besar yang dengan dukungan negara-negara yang diuntungkan oleh TNC tersebut membentuk suatu dewan perserikatan perdagangan global yang dikenal dengan WTO (World Trade Organization) yang menjadi aktor kedua. Selama dua dekade menjelang berakhirnya abad lalu perusahan TNC tersebut meningkat secara kuantitas dari sekitar 7000 TNC pada 1970 menjadi 37.000 TC pada 1990. Pada saat tersebut mereka menguasai 67% perdagangan dunia antar TNC dan menguasai 34,1% dari total perdagangan global. Kini ada 100 TNC yang mampu mengontrol sampai 75% perdagangan global (Peter Marcus, The Language Of Globalization, 2000). Ketiga, adalah lembaga keuangan global IMF, dan World Bank. Ketiga aktor globalisasi tersebut menetapkan aturan-aturan di seputar investasi, intelectual Property Rights dan kebijakan internasional. Kewenangan lainnya adalah mendesak atau mempengaruhi serta memaksa negara-negara untuk melakukan penyesuaian kebijakan nasionalnya bagi kelancaran proses pengintegrasian ekonomi nasional kedalam ekonomi global.

Neoliberalisme dan Mitor Pasar Bebas
Seluruh mekanisme dan proses globalisasi yang diperjuangkan oleh aktor-aktor globalisasi yakni TNC, Bank Dunia dan IMF melalui kesepakatan yang dibuat di WTO sesungguhnya dilandaskan pada suatu ideologi yang dikenal dengan neoliberalisme. Paham neoliberalisme secara prinsipil berbeda denga paham liberalisme yang lama, hanya saja karena waktu, konteks pemunculannya kembali serta skala dan strateginya yang berbeda sudah tentu jawabannya berlainan. Dengan demikian neoliberalisme merupakan kembalinya paham liberalisme lama di era yang baru.

Para penganut paham ekonomi neoliberalisme percaya bahwa pertumbuhan ekonomi dicapai sebagai hasil normal dari “kompetisi bebas”. Kompetisi yang agresif adalah hasil dari kepercayaan bahwa “pasar bebas” adalah cra yang efisien dan tepat untuk mengalokasikan suber daya alam rakyat yang langka untuk memenuhi kebutuhan manusia. Harga barang dan jasa selanjutnya menjadi indikator apakah sumber daya telah habis atau masih banyak. Jika harganya murah, maka itu berarti persediaan masih memadai. Harga mahal artinya produknya mulai langka. Harga tinggi maka orang akan menanam modal disana. Oleh sebab itu, harga menjadi tanda apa yang harus diproduksi. Itulah sebabnya ekonomi neoliberal ridak menginginkan pemerintah untuk ikut campur, serahkan saja pada mekanisme dan hukum pasar untuk bekerja. Keputusan individual atas interest pribadi diharapkan mendapat bimbingan dari invisible hand sehingga masyarakat akan mendapat berkah dari ribuan keputusan individual tersebut. Pada akhirnya kekayaan yang dikuasai oleh segelintir orang tersebut akan trickel down kepada anggota masyarakat yang lain. Oleh karena itu, sedikit orang tersebut perlu difasilitasi dan dilindungi dan kalau perlu jangan dibebani pajak. Pendirian neoliberal ini pada prinsipnya tidak bergeser dari paham liberalisme yang di pikirkan oleh Adam Smith dalam bukunya the Wealth of Nations (1776).
Dalam perjalan kapitalisme selanjutnya di akhir abad 20, pertumbuhan dan akumulasi kapital dari golongan kapitalis menjadi lambat dan salah satu hambatannya adalah proteksi, paham keadilan sosial, kesejahteraan bagi rakyat, dan berbagai tradisi adat pengelolaan sumber daya alam berbasis rakyat dan sebagainya. Untuk itu, kapitalisme memerlukan suatu strategi baru untuk mempercepat pertumbuhan dan akumulasi kapital dan strategi yang ditempuh adalah menyingkirkan segenap rintangan bagi investasi dan pasar bebas. Gagasan perlindungan hak milik intelektual, good governance, penghapusan subsidi, program proteksi pada rakyat, deregulasi, penguatan civil society, program anti-korupsi, dianggap sebagai program yag akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Untuk itu diperlukan suatu tatanan perdagangan global, dan sejak itulah gagasan globalisasi dimunculkan. Denagn demikian globalisasi pad dasarnya berpijak pada kebangkitan kembali paham liberalisme, suatu paham yang dikenal sebagai neoliberalisme.

Apa yang menjadi pendirian neoliberalisme dicirikan sebagai berikut : kebijakan pasar bebas yang mendorong perusahaan-perusahaan swasta dan pilihan konsumen, penghargaan atas tanggung jawab personal dan inisiatif kewiraswastaan, serta menyingkirkan birokrasi dan ‘parasit’ pemerintah yang tak pernah mampu, meskipun dikembangkan. Aturan dasar kaum neoliberal adalah “liberalisasikan perdagangan dn finansial, biarkan pasar menentukan harga, akhiri inflasi, (stabilisasi ekonomi-makro dan privatisasi) kebijakan pemerintah haruslah “menyingkir dari penghalang jalan” (Chomsky, 1999). Paham inilah yang saat ini mengglobal dengan mengembangkan “konsensus” yang dipaksakan dan dikela sebagai globalisasi sehingga tercptalah sebuah tata dunia.
Secara lebih spesifik, pokok-pokok pendirian neoliberal meliputi : pertama membebasakan perusahaan swasta dari campur tanga pemerintah, misalnya dengan menjauhkan pemerintah dari campur tangan di bidang-bidang perburuhan, investasi, harga, serta membiarkan mereka memiliki ruang untuk mengatur diri sendiri, untuk tumbuh dengan menyediakan kawasan pertumbuhan, seperti otorita Batam, NAFTA, AFTA, dll. Kedua, menghentikan subsidi negara kepada rakyat karena hal itu selain bertentangan dengan prinsip menjauhkan campur tangan pemerintah juga bertentangan dengan prinsip pasar bebas serta persaingan bebas. Ketiga, Penghapusan ideologi “kesejahteraan bersama” dan pemilikan komunal seperti yang masih banyak dianut oleh masyarakat “tradisional”. Paham kesejahteraan dan pemilikan bersama tersebut dianggap menghalangi pertumbuhan. Akibat dari prinsip tersebut adalah membiarkan manajemen sumber daya alam untuk diserahkan pada ahlinya, dan bukan pada masyarakat ‘tradisional’ atau masyarakat adat yang tidak mampu mengelola sumber daya alam secara efisien dan efektif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar