Minggu, 01 November 2009

The Mistery of Capital

Hernando de Soto, THE MISTERY OF CAPITAL: WHY CAPITALISM TRIUMPHS IN THE WEST AND FAILS EVERYWHERE ELSE, Black Swan, London, 2001
Oleh: Mubyarto

SEBUAH buku bisa disebut baik jika memenuhi keinginan masyarakat luas menjawab sesuatu pertanyaan penting yang sudah lama tak terjawab. Buku The Mistery of Capital ini telah memenuhi kriteria ini, karena sudah cukup lama orang bertanya-tanya mengapa banyak negara berkembang (dunia ketiga) yang ingin menerapkan sistem kapitalisme yang nampak begitu baik dan begitu berhasil di Barat seperti di Amerika Serikat dan Eropa Barat ternyata “gagal”. Banyak negara miskin bekas jajahan negara-negara Eropa tidak tahu apakah kegagalan menerapkan kapitalisme merupakan kesalahan mereka atau memang sistem ekonomi kapitalisme itu pada dasarnya tidak cocok untuk diterapkan di negara-negara mereka.

Memang untuk dapat memahami “teka-teki” ini tidak ada jalan pintas kecuali membaca sendiri dengan sungguh-sungguh seluruh isi buku termasuk membaca buku de Soto sebelumnya yaitu The Other Path: The Invisible Revolution in The Third World (Harper & Row, 1989).

Bagi kita di Indonesia buku The Mistery of Capital sangat relevan terutama sekarang saat krisis moneter (krismon) 1997-98 jelas-jelas membuktikan kegagalan upaya menerapkan kapitalisme oleh pemerintah Orde Baru sejak 1966. Para penentu kebijakan ekonomi Orde Baru mengira sistem ekonomi kapitalisme sama dengan sistem demokrasi ekonomi berdasar atas asas kekeluargaan yang bersumber pada Pancasila. Kesadaran bahwa sistem kapitalisme liberal tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan demokrasi ekonomi Pancasila tidak pernah ada sampai menjadi sangat terlambat pada saat krismon meledak Agustus 1997, 30 tahun sejak mula-mula diterapkan.

Adalah sangat merisaukan bahwa banyak pakar ekonomi senior kita tetap tidak percaya tentang kekeliruan atau ketidak tepatan sistem kapitalisme bagi Indonesia yang berpaham Pancasila, dan hanya menyalahkan penerapannya saja. Kesilauan kita terhadap sistem ekonomi kapitalisme mengakibatkan secara langsung pandangan yang meremehkan peranan ekonomi rakyat yang “tak ber-kapital”. Ekonomi Rakyat yang lebih banyak mengandalkan pada modal sendiri dianggap “extra-legal”, bahkan tak diakui eksistensinya.

Saya menganjurkan orang Indonesia membaca buku ini dalam bahasa aslinya, bahasa Inggris, karena pengalaman saya membaca terjemahan buku-buku bahasa Inggris sungguh tidak menyenangkan. Banyak teka-teki tentang kemiskinan di negara kita terungkap dengan membaca buku de Soto.

(*)

Globalisasi Menurut 'Orang Dalam'


Buku karya ekonom peraih Nobel, Joseph Stiglitz, ini menjelaskan fungsi dan kekuatan institusi yang mengendalikan globalisasi: IMF, World Bank, dan WTO.

Judul: Globalization and Its Discontents
Pengarang: Joseph E. Stiglitz
Terbit: Juni 2002, 192 halaman

Dengan maraknya pemberitaan di media massa, banyak orang makin familiar dengan kontroversi dan dampak yang ditimbulkan globalisasi. Media massa juga menjelaskan 'sihir' apakah globalisasi, yang mengakibatkan tugas-tugas yang rumit. Bagi mereka yang ingin mengkaji lebih lanjut, buku ini merupakan awal yang bagus.

Seorang ekonom brilian, Joseph Stiglitz, memiliki karir yang bagus di akademis sebelum selama empat tahun menjadi penasehat ekonomi pada masa President Clinton, kemudian selama tiga tahun sebagai wakil presiden pada World Bank. Bukunya menjelaskan bagaimana fungsi dan kekuatan institusi yang mengendalikan globalisasi yaitu IMF (International Monetary Fund), World Bank, dan World Trade Organization (WTO)--dan kebijakan mereka, baik maupun buruk.

Stiglitz yakin, globalisasi dapat merupakan kekuatan positif, terutama untuk golongan miskin. Namun, ini jika IMF, World Bank, dan WTO, mengubah cara beroperasi, dimulai dengan meningkatkan transparasi dan kemauan untuk mengkaji kembali aktivitas dan kebijakan mereka.

Stiglitz--pemenang hadiah Nobel dan professor ekonomi Columbia University--menelaah potensi globalisasi yang tak disadari untuk menghapuskan kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Tahun-tahun terakhir, IMF, World Bank, dan WTO telah mendorong stabilitas keuangan dunia, kesejahteraan, dan perdagangan bebas.
Dengan analisa mengenai kekacauan finansial Asia Timur dan Rusia, dia berargumen bahwa IMF telah menjalankan kebijakan yang biasa-biasa saja, yang justru memperparah masalah di tiap daerah tersebut. Ketika dia menemukan model kebijakan yang sama di negara lain yang mengalami krisis, Stiglitz bertanya mengapa institusi publik tidak mengindahkan bukti-bukti kebijakan yang salah tersebut dan tidak melakukan aksi
apapun.

Menjawab pertanyaan sendiri, Stiglitz menyalahkan fundamental pasar, yang mendorong pandangan bahwa pasar bebas menyelesaikan semua masalah dengan benar. Seperti diindikasikan oleh Stiglitz, kebijakan ekonomi
"satu-ukuran-untuk-semua" justru dapat menghancurkan negara-negara tersebut, ketimbang menolong negara-negara tersebut yang memiliki keadaan keuangan, pemerintahan, institusi sosial yang berbeda-beda. Dia
menghimbau agar institusi publik melakukan reformasi, menjadi lebih transparan, dan bertanggung jawab terhadap apa yang tengah terjadi.

Stiglitz juga membagi informasi internal dari pertemuan sidang kabinet saat ia menjadi ahli ekonomi di World Bank, menceritakan bagaimana debat yang terjadi di ruang konferensi Washington. Dia menulis tentang World Bank, "Keputusan dibuat berdasarkan hal yang terlihat seperti campuran ideologi dan ekonomi yang buruk, dogma yang menutupi kepentingan tertentu ... bahkan diskusi terbuka sulit dilakukan--tak ada kesempatan untuk itu."

Tulisan dan studi yang sungguh smart ini memberi kontribusi pada globalisasi yang saat ini diperdebatkan dan menyuguhkan suatu model analisa mengenai proses untuk membantu negara-negara yang sedang menghadapi pembangunan ekonomi dan transformasi.

Dia juga menyatakan, mereka yang menganggap remeh globalisasi terlalu dini untuk melihat sisi positifnya. Stiglitz menulis, menjelaskan bagaimana globalisasi, dengan bantuan luar negerinya, telah memperbaiki standar kehidupan jutaan orang di seluruh dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar